Mahasiswa, Bocah dan Lem Kayu

Alkisah di sebuah negeri nan luas, ujungnya tak tercapai, dengan perjalanan yang tak kunjung bakal sampai. Negeri yang banyak kisah tak terulang. Tak berbekas fisik-sejarahnya. Terbatas waktu dan ruang. Hanya ingatan yang kupunya untuk menggambarkan rupa negeri ini...
Mari kita mulai...
Mahasiswa, kumpulan pelajar tamatan SMA, mengadu nasib di bangku pembelajar tingkat lanjutan sebelum terju di perkantoran, pabrik-pabrik, sekolahan, jalanan, rumah, pertokoan atau jadi pengangguran. Mengaku mengemban amanah besar buat masyarakat. Mengaku perlu berbuat untuk maslahat. Merasa harus berdiri paling depan menghadapi mudharat yang datang dari perampok dan perompak di darat atau di kantoran. 
Menjadi mahasiswa dulunya berat. Setelah main sikut-sikutan sampai geser-geseran dengan tamatan SMA lainnya, masuk dihabisi sehabis-habisnya, dari isi kantong jadi kopong sampai nyawa yang ikut menguap dari badan. Baru jadi mahasiswa strata satu, ibu bapak habis habisan, tau-tau anaknya sudah dihabiskan. Belum lagi magister, doktor atau profesor. Deritanya luar biasa...
Setelah jadi mahasiswa sibuknya luar biasa, belajar main politik, berfikir filsafatik, belajar mendebat segalanya--sampai "ada" pun ditanya artinya, belajar masang muka dua sampai berakhir gila atau mendekati gila. ada yang berhasil jadi aktifis, ada juga yang berhasil jadi apatis.  Ada yang berhasil mendekati cita-cita, ada yang sampai sekarang belum punya cita-citanya. Hidup mengalir seperti air katanya. Tapi diri harus terus diaktualisasikan, tetap tampil seolah tajam-terpercaya meski kadang tidak paham dengan arti kata-kata canggih yang dipakainya...
Kemarin sore kulihat kawanku berdiskusi dengan yang lain alangkah seriusnya. Bergulat dengan sebatang pena dan secarik kertas. mulai menggambar bentuk lingkaran, kotak dan segitiga. lalu mulai menarik garis penghubung dan bercerita sebab-akibat. kawanku sedang mengatur strategi memenangkan pemilihan ketua senat. Berdiskusi dan lagi mengatur strategi untuk mengemban amanah, berlomba-lomba. Mahasiswa luarbiasa, menolak hanya dianggap man of idea atau pembelajar saja. Masih ingat kisah-kisah heroik pada jaman om Soeharto dulu ? Mahasiswa mengamuk. Mau jadi man of action, terlibat dalam urusan organisasipaling kecil sampai yang paling besar (Negara); mau turun ke jalan raya; keluar kedesa-desa dan mengamati sendiri keadaan yang ada, kata om Rendra dalam "Sajak Sebatang Lisong"-nya. Sedang "berbuat" katanya...

Aku mahasiswa yang entah masuk golongan mana, sepertinya aku masuk golongan kaget. Ehhhh... bukan, saya masuk golongan bosan. Tunggu dulu, saya masuk golongan yang kapok bermahasiswa. Aduh semuanya kurang pas...  intinya saya Mahasiswa, golongannya terserah anda menilai...

Ya, malam itu aku merasa ingin membakar kartu mahasiswa dan menghapusi catatan pengaderan. Menghapus materi mengenai peran dan fungsi mahasiswa. 
Malam itu saya sedang menemani ibu yang sedang beristirahat sambil menonton tivi. Ibu baru pulang menemani ayah dinas di luar kota. "nak, bisa tidak belikan ibu makan malam di rumah makan dekat sana." Kata ibuku. "bisa," jawabku. Segera kuambil jaket, helem dan melaju memenuhi hajat ibu...
Setelah pesan, aku harus menunggu lama di pintu masuk yang ramai sesak, sampai aku hampir pingsan karena bosan. Akhirnya aku berjalan menuju parkiran dengan niat menyelesaikan bacaan dari buku yang kubeli siang tadi. Baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba aku dicegat tiga anak kecil tanpa alas kaki. Tubuhnya kurus kering. Matanya cekung. Baju penuh debu. Mukanya cemong. Ingus yang mengering bercampur debu melekat di pipinya. Rambutnya lurus tampak layu berwarna kekuningan berdebu. Sepertinya baru berumur 4, 9 dan 10 tahun. Meminta uang receh atau seribuan. Halus aku menolak,"tidak dek." Tetap ia bertahan. berkali-kali ia minta. Tidak ku beri perhatian. Setelah bosan merayuku, mereka kembali duduk disela mobil di bawah tiang tanda parkir mereka bersandar.

Saat sedang asyik membaca mengenai asal mula kebencian dunia terhadap dunia timur tengah yang dikompori oleh media dari negeri barat, Perhatianku teralihkan pada bungkusan plastik yang dipegang salah seorang anak kecil tadi. Tampak samar, seperti bumbu kacang siomay. "oh, lagi makan." kataku dalam hati sambil meneruskan membaca. Ada yang tidak beres dalam penglihatanku. konsentariku terhambur. Dari jauh kuperhatikan lebih jelas lagi, anak-anak ini memasukkan mulut dan hidung mereka dalam plastik sambil menarik dan menghembuskan napas. Aku bertanya-tanya semakin penasaran, "apa iya? mana ada orang makan seerti itu. Ah... tidak mungkin mereka nge-lem". Benar saja, salah seorang dari mereka membawa kaleng lem F**. Positif mereka lagi nge-lem, kawan tau apa itu nge-lem ? ya... Mereka sedang menghirupi bau lem kayu yang mereka masukkan dalam bungkusan plastik, dengan menghirup aromanya, kata orang ini bisa bikin nge-fly.
Astagfirullah...apa yang terjadi dengan anak-anak kecil di negeri ini anak usia dibawah sepuluh tahun sudah mengenal perbuatan macam ini.  Apa gerangan yang mengganggu pikiran mereka sehingga mengambil jalan meninggalkan kesadaran (baca: teler). Apa  anak sekecil ini sudah kenal stress atau depresi ?

Aku semakin heran tidak karuan. diatas motor aku bertengger bingung tidak karuan. Malam ini, "Pertunjukan" mulai masuk ke bagian klimaksnya. salah seorang Bocah laki-laki sepertinya sudah terpengaruh zak kimia yang dari tadi dihirup. seperti tipikal orang teler, pandangannya kosong, berdirinya sempoyongan, ekspresi wajahnya seperti sedanng dalam kondisi trance. Plak...tanpa ada angin dan aba-aba, bocah laki ini tanpa segan memukuli wajah seorang  bocah perempuan dan memakinya dengan kata-kata tidak pantas. Bocah perempuan itu menangis sambil memegang bagian mukanya yang baru kena pukulan. Setelah menangisnya reda, bocah perempuan ini kembali bergabung bersama "teman" nge-lemnya. Aku terperangah melihat kejadian ini, seandainya ini adalah drama maka aku akan melakukan standing applause  dari tempat dudukku. Tapi kawan, ini dimainkan oleh bocah yang menyeka ingusnya saja sepertinya belum bisa. dan lagi mereka bukan Baim Cilik yang sedang main dalam sinetron di TV, tidak ada kru TV, kamera,  apalagi sutradara. Ini kenyataan...

Pikiranku melayang tak kembali-kembali. Aku mulai bertanya-tanya? dimana orang tua mereka? Dimana rumah mereka? Siapa yang membawa mereka kemari? Siapa yang mengajari mereka? ha...? Pertanyaan ku tak habis-habis. Ini lebih ngeri dari film-film horor yang pernah kusaksikan...

jika kawan anggap ini melebih-lebihkan maka kawan percaya bahwa keadaan ini nyata dan ada versi yang tidak dilebih-lebihkan. versi yang tidak dilebihkan pun sudah cukup mengerikan. tapi percayalah ini benar terjadi. Yap, salah satu kekurangan tumbuh dewasa dengan bimbingan sinetron dan televisi adalah sulit membedakan antara kenyataan dan acting dalam layar kaca. Terserah mau menganggap ini sinetron. Ini sinetron yang bagus. Tampak nyata dan alami.

Pernyataan-pernyataan penggugah para life impactor, motivator, ustad, ulama, ibu guru, bapak guru, kawan yang bijak dan lainnya mulai berdatangan dikepalaku. "Bayangkan jika itu adikmu", "bayangkan itu kamu", "bayangkan mereka ada banyak di negerimu", " apa yang kau perbuat bagi mereka"...
Aku seperti tertahan di atas sadel motorku. Menatap kosong kearah mereka. Di kepalaku sedang terjadi kebingungan, ingin melarang mereka, ingin berontak mencari mana bapaknya, mulai mempertanyakan mana negara yang katanya memelihara orang miskin dan orang terlantar, dan kemudian sampai pada pertanyaan, mana Mahasiswa yang katanya agen perubahan, kontrol sisial, golongan intelek yang selalu merasa paling dekat dengan masyarakat dan saya mahasiswa. Bukan galau, sepertinya kita harus menemukan kata baru untuk perasaan ini...huaaaaaaaaa*&^^@&*&(*!!@@#

saya agak malas untuk lanjut membandingkan kehidupan yang berkecukupan dengan kehidupan mereka yang kekurangan. Silahkan direnungkan sendiri apa selanjutnya yang harus kita perbuat....


"sehari terlambat menanam maka akan terlambat sehari untuk menuai" nemu di tivi...

1 komentar:

  1. Berbagai Macam Lem Kayu Handal – Banyak sekali lem kayu yang beredar di indonesia.Dengan kualitas yang berbeda – beda dan kualitas yang berbeda sesuai dengan kegunaannya.

    Nice Sharing

    BalasHapus